a. Latar Belakang
Melakukan Aksi Nyata
Nilai-nilai dalam
diri kita sebagai guru besar pengaruhnya terhadap pengambilan suatu
keputusan. Nilai inovatif dalam diri guru akan menjadi dasar yang baik dalam
menentukan berbagai opsi pengambilan keputusan yang dilakukan. Nilai
kolaboratif akan memengaruhi kita dalam memetakan aktor yang terlibat dalam
pengambilan keputusan. Tidak terkecuali dengan nilai mandiri. Nilai ini akan
menjadi dasar bagi seorang guru untuk menentukan inisiatif berdasarkan
prinsip pengambilan keputusan. Nilai ini juga akan menjadikan seorang guru
bisa berpikir cepat dan tepat dalam menghadapi situasi dilema etika yang
menjadi alasan pengambilan keputusan. Guru penggerak
sejatinya hanyalah status. Pada dasarnya setiap individu guru adalah
penggerak. Setidaknya bagi dirinya sendiri. Disadari atau tidak, setiap guru
sebenarnya memiliki nilai-nilai sebagai guru penggerak. Di dalam guru ada
nilai-nilai tertanam sejak pertama memutuskan menjadi seorang pendidik. Dalam
perjalanannya nilai-nilai itu akan semakin terasah. Tindakan untuk mengembangkannya
pun semakin terarah. Namun, tidak semua bisa menerapkan nilai-nilai tersebut.
Tentu masing-masing memiliki alasannya.
Demikian halnya
dengan nilai reflektif. Nilai ini akan berpengaruh besar terhadap kemampuan
seorang guru melakukan refleksi atas keputusan yang diambil. Refleksi ini
akan membuat guru menjadi tahu benar tentang keputusannya sudah tepat atau
belum. Muara dari semua nilai itu adalah berpihak pada murid. Nilai dalam
guru ini akan memengaruhi sikap dalam menentukan prinsip-prinsip pengambilan
keputusan yang terbaik dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi
murid.
Nilai-nilai tersebut
pada akhirnya akan disadari dan dipahami sebagai kesatuan utuh dalam diri
guru, terutama CGP. Hal tersebut tentu tidak lepas dari peran pendamping dan
fasilitator. Oleh sebab itu penulis berpikir sangat tepat jika ilmu yang
sudah diperoleh dalam pelatihan ini dibagi pada komunitas praktisi yang ada
di lingkungan sekolah dan berharap semua pemimpin pembelajaran mampu
memutuskan suatu permasalahan dengan baik dan bijak untuk kepentingan orang
banyak oleh sebab itulah aksi nyata ini dilakukan sebagai bentuk peduli
terhadap kekurangan atas pengambilan keputusan yang tidak tepat yang selama
ini dilakukan sehingga merugikan diri sendiri dan banyak orang.  | Foto Penanganan siswa yang melanggar aturan sekolah |
Kegiatan aksi nyata
yang dilakukan kali ini yaitu untuk menguji sejauh mana aturan yang sudah
dibuat oleh pemangku kepentingan yang ada di sekolah mampu memberi manfaat
dan tidak merugikan murid. Dikasus kali ini sekolah sudah membuat aturan,
disini saya hanya menampilkan 2 poin utama aturan yang sudah dibuat yaitu
antara lain: 1. gerbang akan ditutup pukul 7.25 Wita, 2. Siswa harus membawa
kartu identitas pengenal sebagai tanda pengenal shif masuk. Sanksi jika
melanggar 2 poin yaitu guru dan siswa seharusnya jika
terlambat masuk lewat jam 7.25 Wita maka tidak diperkenankan untuk masuk ke
sekolah namun kenyataanya hanya siswa yang tidak diijinkan untuk masuk
sedangkan guru boleh. Dan jika siswa tidak membawa kartu pengenal maka siswa
tersebut juka tidak diijinkan untuk masuk. Sehingga pada aturan yang sudah
dibuat yang dirugikan disini adalah siswa. Sehingga kebetulan pada suatu hari
siswa saya menelpon untuk bisa diijinkan masuk karena terlambat dan tidak
membawa kartu pengenal. Kebetulan 3 siswa tersebut adalah anak binaan saya di
kelas X IPS 3. Anak yang tidak diijinkan masuk ini tidak berani untuk pulang
ke rumah alasan takut dimarahi orangtua sehingga memutuskan untuk bermain di
luar lingkungan sekolah sampai dan pulang setelah waktu pulang sekolah tiba.
b. Alasan mengapa melakukan aksi nyata
Alasan mengapa
melakukan aksi nyata ini yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap auturan yang
sudah dibuat apakah aturan ini sudah mampu menjadi sebuah keputusan yang
dapat member manfaat dan mampu meluruskan dari rencana awal keputusan ini
dibuat. Karena sejatinya keputusan dibuat dan dijadikan sebagai sebuah aturan
untuk mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan member kebermanfaatan dan
tidak menimbulkan masalah baru dari keputusan yang sudah diambil.  | Foto kunjungan Kerumah siswa |
Pembahasan studi
kasus yang fokus pada masalah moral dan etika berkaitan erat dengan
nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Moral dan etika adalah satu
kesatuan merupakan nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Moral dan etika
tetaplah harus tertanam sebagai nilai seutuhnya pada pribadi pendidik.
Pembahasan studi kasus yang fokus pada moral dan etika merupakan langkah awal
bagi pendidik untuk mengenali nilai-nilai dalam diri. Melalui pembahasan
studi kasus pendidik bisa sekaligus mengeksplorasi nilai-nilai lainnya dalam
diri antara lain peduli dan tanggung jawab. Selain itu, kedua nilai ini akan
memberikan kemudahan bagi guru untuk membedakan bujukan moral dan dilema
etika. Dalam studi kasus pengambilan keputusan, seorang pendidik harus
memahami terlebih dahulu perbedaan antara bujukan moral dan dilema etika.
Seorang pendidik
harus memastikan terlebih dahulu, apakah studi kasus yang di dalamnya adalah
benar vs benar atau benar vs salah. Jika studi kasus yang dianalisis adalah
benar vs benar, maka pendidik harus menetapkan langkah pengambilan keputusan.
Hal ini karena bisa dipastikan kasus tersebut termasuk dilema etika.
Sedangkan apabila kasus tersebut benar vs salah berarti kasus tersebut
merupakan bujukan moral. Dalam hal ini, pendidik harus memiliki nilai ketegasan
dalam mengambil keputusan.
Pengambilan
keputusan yang tepat berpegangan pada kepentingan terbaik bagi semua pihak.
Sehingga tidak ada pihak-pihak yang tersakiti akibat pengambilan keputusan
tersebut. Tentunya bukan hal yang mudah. Membutuhkan upaya yang terencana dan
sistematis. Seorang pendidik terlebih dulu harus menyusun perencanaan
pengambilan keputusan. Perencanaan berawal dari penulisan kasus secara
detail. Selanjutnya adalah melakukan analisis berdasarkan paradigma, prinsip,
dan langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
Seorang pendidik
memilih keputusan berdasarkan analisis dengan hasil tepat. Apabila melalui
tahap terakhir, yaitu refleksi ternyata tidak tepat, pendidik bisa saja
mengubah keputusan yang akan diambilnya. Selain itu, bisa juga menggunakan
opsi trilemma yang merupakan cara kreatif yang tidak terpikirkan sebelumnya
sebagai keputusan.
c. Hasil Aksi Nyata
yang dilakukan
Jika pengambilan
keputusan dilakukan dengan tepat, maka kondusivitas ekosistem sekolah akan
tetap terjaga. Hal ini karena tidak adanya konflik berkepanjangan setelah
keputusan diambil. Ekosistem sekolah pun tetap aman dan nyaman tanpa gejolak
yang berarti akibat keputusan yang diambil. Semua pihak yang terlibat akan
menerima hasil keputusan dengan hati terbuka dan lega.  | Foto diskusi dengan rekan sejawat dalam pengambilan keputusan |
Melakukan hal baru
tidak selamanya mengalami kemudahan. Ada kalanya di tengah perjalanan
menemukan kesulitan. Dengan perencanaan yang tepat akan memberikan kemudahan
dalam mengambil keputusan. Upaya meminimalisirnya adalah dengan melakukan
pemetaan kesulitan yang akan dihadapi. Tujuannya adalah untuk menemukan
strategi penyelesaian saat mengalami kesulitan. Dari pemetaan kesulitan,
setidaknya ada gambaran diperoleh sebagai berikut:
Pertama, belum adanya
kesamaan pemahaman tentang bujukan moral dan dilema etika. CGP bisa melakukan
upaya membumikan pemahaman tersebut melalui diseminasi dan teladan. Dalam hal
ini CGP bisa melakukan diseminasi dan pelatihan kepada sejawat. Sedangkan
sebagai teladan, CGP membiasakan diri dengan menerapkan hal tersebut dalam
pengambilan keputusan.
Kedua, pengambilan
keputusan berdasarkan 3 paradigma, 4 prinsip, dan 9 langkah belum menjadi
budaya positif di sekolah. Upaya mengatasinya melalui diseminasi materi
pengambilan keputusan kepada sejawat. Langkah ini untuk menciptakan kesamaan
pemahaman dan kesadaran menerapkan. Hingga pada akhirnya akan terus tumbuh
menjadi sebuah budaya positif di sekolah.
|
Komentar
Posting Komentar