Modul 3.1.a. 10 AKSI NYATA - PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 3.1.a.10. AKSI NYATA - PENGAMBILAN KEPUTUSAN                             SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

CGP ANGKATAN 2 KAB. LOMBOK BARAT - LALU DARWATI - SMAN 1 KURIPAN

KOMPONEN

PENJELASAN

Peristiwa (Facts)

a.   Latar Belakang Melakukan Aksi Nyata

Nilai-nilai dalam diri kita sebagai guru besar pengaruhnya terhadap pengambilan suatu keputusan. Nilai inovatif dalam diri guru akan menjadi dasar yang baik dalam menentukan berbagai opsi pengambilan keputusan yang dilakukan. Nilai kolaboratif akan memengaruhi kita dalam memetakan aktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Tidak terkecuali dengan nilai mandiri. Nilai ini akan menjadi dasar bagi seorang guru untuk menentukan inisiatif berdasarkan prinsip pengambilan keputusan. Nilai ini juga akan menjadikan seorang guru bisa berpikir cepat dan tepat dalam menghadapi situasi dilema etika yang menjadi alasan pengambilan keputusan.

Guru penggerak sejatinya hanyalah status. Pada dasarnya setiap individu guru adalah penggerak. Setidaknya bagi dirinya sendiri. Disadari atau tidak, setiap guru sebenarnya memiliki nilai-nilai sebagai guru penggerak. Di dalam guru ada nilai-nilai tertanam sejak pertama memutuskan menjadi seorang pendidik. Dalam perjalanannya nilai-nilai itu akan semakin terasah. Tindakan untuk mengembangkannya pun semakin terarah. Namun, tidak semua bisa menerapkan nilai-nilai tersebut. Tentu masing-masing memiliki alasannya.

Demikian halnya dengan nilai reflektif. Nilai ini akan berpengaruh besar terhadap kemampuan seorang guru melakukan refleksi atas keputusan yang diambil. Refleksi ini akan membuat guru menjadi tahu benar tentang keputusannya sudah tepat atau belum. Muara dari semua nilai itu adalah berpihak pada murid. Nilai dalam guru ini akan memengaruhi sikap dalam menentukan prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang terbaik dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi murid.

Nilai-nilai tersebut pada akhirnya akan disadari dan dipahami sebagai kesatuan utuh dalam diri guru, terutama CGP. Hal tersebut tentu tidak lepas dari peran pendamping dan fasilitator. Oleh sebab itu penulis berpikir sangat tepat jika ilmu yang sudah diperoleh dalam pelatihan ini dibagi pada komunitas praktisi yang ada di lingkungan sekolah dan berharap semua pemimpin pembelajaran mampu memutuskan suatu permasalahan dengan baik dan bijak untuk kepentingan orang banyak oleh sebab itulah aksi nyata ini dilakukan sebagai bentuk peduli terhadap kekurangan atas pengambilan keputusan yang tidak tepat yang selama ini dilakukan sehingga merugikan diri sendiri dan banyak orang.

Foto Penanganan siswa yang melanggar aturan sekolah

Kegiatan aksi nyata yang dilakukan kali ini yaitu untuk menguji sejauh mana aturan yang sudah dibuat oleh pemangku kepentingan yang ada di sekolah mampu memberi manfaat dan tidak merugikan murid. Dikasus kali ini sekolah sudah membuat aturan, disini saya hanya menampilkan 2 poin utama aturan yang sudah dibuat yaitu antara lain: 1. gerbang akan ditutup pukul 7.25 Wita, 2. Siswa harus membawa kartu identitas pengenal sebagai tanda pengenal shif masuk. Sanksi jika melanggar 2 poin   yaitu guru dan siswa seharusnya jika terlambat masuk lewat jam 7.25 Wita maka tidak diperkenankan untuk masuk ke sekolah namun kenyataanya hanya siswa yang tidak diijinkan untuk masuk sedangkan guru boleh. Dan jika siswa tidak membawa kartu pengenal maka siswa tersebut juka tidak diijinkan untuk masuk. Sehingga pada aturan yang sudah dibuat yang dirugikan disini adalah siswa. Sehingga kebetulan pada suatu hari siswa saya menelpon untuk bisa diijinkan masuk karena terlambat dan tidak membawa kartu pengenal. Kebetulan 3 siswa tersebut adalah anak binaan saya di kelas X IPS 3. Anak yang tidak diijinkan masuk ini tidak berani untuk pulang ke rumah alasan takut dimarahi orangtua sehingga memutuskan untuk bermain di luar lingkungan sekolah sampai dan pulang setelah waktu pulang sekolah tiba.

b.   Alasan mengapa melakukan aksi nyata

Alasan mengapa melakukan aksi nyata ini yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap auturan yang sudah dibuat apakah aturan ini sudah mampu menjadi sebuah keputusan yang dapat member manfaat dan mampu meluruskan dari rencana awal keputusan ini dibuat. Karena sejatinya keputusan dibuat dan dijadikan sebagai sebuah aturan untuk mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan member kebermanfaatan dan tidak menimbulkan masalah baru dari keputusan yang sudah diambil.

Foto kunjungan Kerumah siswa


Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral dan etika berkaitan erat dengan nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Moral dan etika adalah satu kesatuan merupakan nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Moral dan etika tetaplah harus tertanam sebagai nilai seutuhnya pada pribadi pendidik. Pembahasan studi kasus yang fokus pada moral dan etika merupakan langkah awal bagi pendidik untuk mengenali nilai-nilai dalam diri. Melalui pembahasan studi kasus pendidik bisa sekaligus mengeksplorasi nilai-nilai lainnya dalam diri antara lain peduli dan tanggung jawab. Selain itu, kedua nilai ini akan memberikan kemudahan bagi guru untuk membedakan bujukan moral dan dilema etika. Dalam studi kasus pengambilan keputusan, seorang pendidik harus memahami terlebih dahulu perbedaan antara bujukan moral dan dilema etika.

Seorang pendidik harus memastikan terlebih dahulu, apakah studi kasus yang di dalamnya adalah benar vs benar atau benar vs salah. Jika studi kasus yang dianalisis adalah benar vs benar, maka pendidik harus menetapkan langkah pengambilan keputusan. Hal ini karena bisa dipastikan kasus tersebut termasuk dilema etika. Sedangkan apabila kasus tersebut benar vs salah berarti kasus tersebut merupakan bujukan moral. Dalam hal ini, pendidik harus memiliki nilai ketegasan dalam mengambil keputusan.

Pengambilan keputusan yang tepat berpegangan pada kepentingan terbaik bagi semua pihak. Sehingga tidak ada pihak-pihak yang tersakiti akibat pengambilan keputusan tersebut. Tentunya bukan hal yang mudah. Membutuhkan upaya yang terencana dan sistematis. Seorang pendidik terlebih dulu harus menyusun perencanaan pengambilan keputusan. Perencanaan berawal dari penulisan kasus secara detail. Selanjutnya adalah melakukan analisis berdasarkan paradigma, prinsip, dan langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Seorang pendidik memilih keputusan berdasarkan analisis dengan hasil tepat. Apabila melalui tahap terakhir, yaitu refleksi ternyata tidak tepat, pendidik bisa saja mengubah keputusan yang akan diambilnya. Selain itu, bisa juga menggunakan opsi trilemma yang merupakan cara kreatif yang tidak terpikirkan sebelumnya sebagai keputusan.

c.   Hasil Aksi Nyata yang dilakukan

Jika pengambilan keputusan dilakukan dengan tepat, maka kondusivitas ekosistem sekolah akan tetap terjaga. Hal ini karena tidak adanya konflik berkepanjangan setelah keputusan diambil. Ekosistem sekolah pun tetap aman dan nyaman tanpa gejolak yang berarti akibat keputusan yang diambil. Semua pihak yang terlibat akan menerima hasil keputusan dengan hati terbuka dan lega.

Foto diskusi dengan rekan sejawat dalam pengambilan keputusan


Melakukan hal baru tidak selamanya mengalami kemudahan. Ada kalanya di tengah perjalanan menemukan kesulitan. Dengan perencanaan yang tepat akan memberikan kemudahan dalam mengambil keputusan. Upaya meminimalisirnya adalah dengan melakukan pemetaan kesulitan yang akan dihadapi. Tujuannya adalah untuk menemukan strategi penyelesaian saat mengalami kesulitan. Dari pemetaan kesulitan, setidaknya ada gambaran diperoleh sebagai berikut:

Pertama, belum adanya kesamaan pemahaman tentang bujukan moral dan dilema etika. CGP bisa melakukan upaya membumikan pemahaman tersebut melalui diseminasi dan teladan. Dalam hal ini CGP bisa melakukan diseminasi dan pelatihan kepada sejawat. Sedangkan sebagai teladan, CGP membiasakan diri dengan menerapkan hal tersebut dalam pengambilan keputusan.

Kedua, pengambilan keputusan berdasarkan 3 paradigma, 4 prinsip, dan 9 langkah belum menjadi budaya positif di sekolah. Upaya mengatasinya melalui diseminasi materi pengambilan keputusan kepada sejawat. Langkah ini untuk menciptakan kesamaan pemahaman dan kesadaran menerapkan. Hingga pada akhirnya akan terus tumbuh menjadi sebuah budaya positif di sekolah.

Perasaan (Feelings)

Awal mula melakukan aksi nyata ini memang tidak mudah rasa capek dan lelah terkadang sering saya rasakan, karena dalam menyamakan persepsi yang berbeda dengan begitu banyak otak yang ada itu bukan pekerjaan mudah. Tapi dengan tekat yang kuat dan niat yang baik saya mencoba untuk menyiapkan segala tenaga dan kemampuan yang saya miliki untuk memulai aksi nyata ini, langkah awal yang saya lakukan adalah terlebih dahulu membuat suatu perencanaan yang baik setelah semua rencana dibuat kemudian mendiskusinnya dengan rekan CGP lainnya setelah itu mengkomunikasikannya dengan kepala sekolah, setelah rencana disetujui lanjut ketahap yang benar-benar membutuhkan serta memanfaatkan segala kekuatan ada pada diri, komitmen yang besar pada diri untuk berbuat lebih sangat dibutuhkan dalam memuluskan perencanaan yang sudah dibuat agar usaha yang dilakukan tidak sia-sia. Dan setelah melakukan itu semua saya merasa lega karena sudah mengerahkan segala daya dan upaya dengan maksimal sehingga tidak ada usaha yang sia-sia yang ada hanya sia-sia jika tidak melakukan usaha, kira-kira itu motto yang saya terapkan sehingga saya lega dan senang dengan usaha yang sudah dilakukan selama ini.

 

Pembelajaran (Findings)

Dengan melakukan aksi nyata ini saya mendapatkan banyak pembelajaran terutama dalam membuat suatu keputusan kita harus benar-benar memperhatikan banyak hal sebelum mengambil suatu keputusan agar keputusan yang kita buat dapat mengakomodir kepentingan orang banyak.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus memahami paradigma pengambilan keputusan. Hal ini akan membantu mempermudah dalam menentukan prinsip dan langkah-langkah pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang dilakukan seorang pemimpin pembelajaran harus berpihak pada murid.

Ada hubungan erat antara keputusan masa sekarang dengan masa depan murid. Pengambilan keputusan yang tepat akan berdampak pada perubahan murid ke depannya. Bisa dikatakan bahwa masa depan murid bisa saja tergantung dari keputusan yang diambil guru saat ini.

Contoh sederhana pada saat kita membuat keputusan untuk tidak menaikkan murid karena terkendala regulasi atau aturan sekolah. Bisa jadi saat itu kita menjadi pemutus harapannya menjadi lebih baik di masa depan. Itu adalah contoh kasus yang sering kita temui di lapangan. Contoh kasus yang bisa jadi menjadi kunci masa depan bagi murid kita.

Sebagai individu kita tidak pernah tahu akan menjadi apa murid-murid kita kelak. Kita juga tidak pernah tahu menjadi seperti apa murid-murid kita. Jika saat ini kita mengambil keputusan salah, bisa jadi akan menghambat langkahnya mencapai cita-cita murid. Atau juga bisa jadi dengan mengambil keputusan tepat, maka ke depannya kita akan memberikan hasilnya. Bisa saja murid berubah menjadi lebih baik berkat keputusan yang sudah kita ambil untuknya. Bisa juga dengan keputusan kita yang tepat saat ini murid bisa menemukan potensi diri yang tersembunyi. Tentu hal tersebut akan menjadi berkah tersendiri.

Oleh karena itu penting mengubah mindset kita, bahwa proses pembelajaran sejatinya pengambilan keputusan yang memerdekakan murid.

 

Penerapan Kedepan (Future)

Untuk kedepannya dalam setiap pengambilan keputusan terlebih dahulu dirumuskan dengan baik dengan melibatkan semua unsur atau pemangku kepentingan yang ada di lingkungan sekolah dan setiap keputusan yang diambil disiapkan solusi alternative sebagai penanganan awal dari resiko keputusan yang dibuat agar tidak menimbulkan masalah baru.

Sebagai seorang guru kita harus tetap belajar dan meningkatkan kompetensi kita bukan hanya meningkatkan kemampuan dalam mengelola kelas dalam kegiatan pembelajran, terlebih juga kita mempelajari sebagai pemimpin pembelajaran yaitu dalam kemampuan untuk mengambil suatu keputusan yang bijak. Bahwa kita harus mempelajari pengambilan keputusan dengan tepat dalam pengajaran yang memerdekakan anak demi kebaikan mereka di masa yang akan datang. Oleh karena itu, untuk bisa menghadirkan masa depan murid yang lebih baik, guru juga perlu mempertimbangkan bentuk diferensiasi dan sosial emosional murid dalam pengambilan keputusan. Tujuannya agar keputusan pengajaran yang kita lakukan sesuai kebutuhan mereka saat ini dan masa depan.

Selain itu, sebagai seorang guru sudah seharusnya mengubah mindset, bahwa pengajaran yang dilakukan adalah bentuk dari coaching. Dalam hal ini guru harus memberikan bimbingan agar murid bisa mengambil keputusan terbaik bagi kehidupannya di masa kini dan masa depan. Dengan demikian, pengambilan keputusan dalam pengajaran yang memerdekakan murid haruslah benar-benar berpusat pada murid. Hal ini sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Ke 1. Belajar Menulis PGRI Gel.27

RESUME KE 2. BELAJAR MENULIS PGRI GEL.27

RESUME KE 18 KEGIATAN BELAJAR MENULIS PGRI GEL 27