KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1
Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah usaha menuntun
segenap kekuatan kodrat yang dimiliki anak, baik sebagai manusia maupun sebagai
anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya.
Mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses
memanusiakan manusia, yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Mendidik
harus lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup lahir dan batin. Ki
Hadjar Dewantara memberikan beberapa pedoman dalam menciptakan kultur positif
seorang pendidik.
Semboyan Trilogi pendidikan memiliki arti yang melibatkan
seluruh pelaku pendidikan atau guru dan peserta didik adalah: Tut wuri
handayani, dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan
arahan. Ing madya mangun karsa pada saat di antara peserta didik, guru harus
menciptakan prakarsa dan ide. Ing ngarsa sung tulada, berarti ketika guru
berada di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh dengan tindakan
yang baik.
Sekolah adalah 'institusi moral', yang dirancang untuk
mengajarkan norma-norma sosial, dimana para pemimpin di sekolah akan menghadapi
situasi pengambilan keputusan yang banyak mengandung dilema secara etika, dan
berkonflik antara nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar.
Keputusan-keputusan yang diambil di sekolah akan
merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan akan
menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah.
Penting bagi pendidik untuk menyadari bahwa kita adalah
teladan bagi murid untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila; kita juga
seyogyanya selalu mengacu pada kompetensi guru dalam pengambilan keputusan
sebagai pemimpin pembelajaran.
Proses pengambilan keputusan membutuhkan keberanian dan kepercayaan
diri untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambil
karena tidak ada keputusan yang bisa sepenuhnya mengakomodasi seluruh
kepentingan para pemangku kepentingan.
Untuk membuat keputusan berbasis etika, diperlukan kesamaan
visi, budaya, dan nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi,
sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan juga akan lebih jelas.
Dari pengalaman kita bekerja kita pada institusi pendidikan,
kita telah mengetahui bahwa dilema etika adalah hal berat yang harus dihadapi
dari waktu ke waktu. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada
nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih
sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab
dan penghargaan akan hidup.
Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi
pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:
Individu lawan masyarakat (individual vs community),
Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri
melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi
bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan
orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar.
Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy),
Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak
mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan
dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian
karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain.
Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi terkadang
membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang benar. Pilihan untuk menuruti
peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa hormat terhadap keadilan (atau sama
rata).
Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), Kejujuran dan
kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema
etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku
setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur
menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan
pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long
term), Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu
untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik
untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan
permasalahan sehari-hari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada
issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll.
Menurut Rukiyanti, dkk (dalam Etika Pendidikan : 43)
"Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral. Akal
dan moral dua dimensi manusia yang saling berkaitan. Etika terkait dengan karsa
karena manusia memiliki kesadaran moral".
Dari kutipan di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa karsa merupakan suatu unsur yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia. Karsa ini pun berhubungan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh seseorang, disadari atau pun tidak. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika.
Etika tentunya bersifat relatif dan bergantung pada kondisi
dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Tentunya ada
prinsip-prinsip yang lain, namun ketiga prinsip di sini adalah yang paling
sering dikenali dan digunakan. Dalam seminar-seminar, ketiga prinsip ini yang
seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang
harus dihadapi pada dunia saat ini. (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip
tersebut adalah:
2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
Di bawah ini adalah 9 langkah yang telah disusun secara
berurutan yang dapat memandu kita sebagai pemimpin pembelajaran dalam mengambil
keputusan dalam situasi dilema etika yang membingungkan karena adanya beberapa
nilai-nilai yang bertentangan.
- Mengenali
bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini. Ada 2
alasan mengapa langkah ini adalah langkah yang penting dalam pengujian
keputusan. Alasan yang pertama, langkah ini mengharuskan kita untuk
mengidentifikasi masalah yang perlu diperhatikan, alih-alih langsung
mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama. Alasan yang
kedua adalah karena langkah ini akan membuat kita menyaring masalah yang
betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan masalah yang berhubungan
dengan sopan santun dan norma sosial.
- Menentukan
siapa yang terlibat dalam situasi ini. Bila kita telah mengenali bahwa ada
masalah moral di situasi tertentu. Pertanyaannya adalah dilema siapakah
ini? Hal yang seharusnya membedakan bukanlah pertanyaan apakah ini dilema
saya atau bukan. Karena dalam hubungannya dengan permasalahan moral, kita
semua seharusnya merasa terpanggil
- Kumpulkan
fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini. Pengambilan keputusan yang
baik membutuhkan data yang lengkap dan detail, seperti misalnya apa yang
terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, dan apa yang
akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka
mengatakannya. Data-data tersebut penting untuk kita ketahui karena dilema
etika tidak menyangkut hal-hal yang bersifat teori, namun ada
faktor-faktor pendorong dan penarik yang nyata di mana data yang mendetail
akan bisa menggambarkan alasan seseorang melakukan sesuatu
- Pengujian
benar atau salah. Pengujian ini meliputi, uji legal, uji regulasi, uji
institusi, uji halaman depan koran, dan uji panutan.
- Pengujian
Paradigma Benar lawan Benar. Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma
mana yang terjadi di situasi ini? Individu lawan masyarakat (individual
vs community), Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy),
Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), Jangka pendek lawan
jangka panjang (short term vs long term). Apa pentingnya mengidentifikasi
paradigma, ini bukan hanya mengelompokkan permasalahan namun membawa
penajaman pada fokus kenyataan bahwa situasi ini betul-betul
mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama
penting
- Melakukan
Prinsip Resolusi. Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan
dipakai? Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking),
Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), Berpikir
Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
- Investigasi
Opsi Trilema. Mencari opsi yang ada di antara 2 opsi. Apakah ada cara
untuk berkompromi dalam situasi ini. Terkadang akan muncul sebuah
penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya yang bisa saja
muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan masalah
- Buat
Keputusan. Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat
keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya
- Lihat
lagi Keputusan dan Refleksikan. Ketika keputusan sudah diambil. Lihat
kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk
dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.
Sebagai pemimpin pembelajaran guru harus bisa berperan
sebagai coach bagi dirinya, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi sehingga dapat mengambil keputusan
terbaik.
Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab,
diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri
(self-management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan
berhubungan sosial (relationship skills).
Komentar
Posting Komentar