RESUME KE 17 KEGIATAN BELAJAR MENULIS PGRI GEL.27


"Mengenal Penerbit Indie"

Pertemuan Ke   : 17

Hari/Tanggal      : Rabu, 27 September 2022

Tema                 : Mengenal Penerbit Buku.

Moderator          : Helwiyah

Narasumber       : Mukminin, S.Pd. M.Pd

 Bunga sekuntum Mekar berseri,
Disunting gadis dari Betawi,
Assalamu Alaikum pegiat literasi,
Salam jumpa dengan Lalu Darwati

Kegiatan belajar menulis telah sampai pada pertemuan ke 17. Pada pertemuan sebelumnya kita diajarkan kaidah dalam menulis berbagai karya tulisan sehingga pada akhirnya kita akan menghasilkan karya tulis. pada kesempatan kali ini kita akan diperkenalkan oleh narasumber bagaimana cara menerbitkan atau mencetak hasil tulisan kita dalam bentuk sebuah buku. kalau kita sudah mengenal industri penerbit buku apalagi buku yang kita terbitkan ber ISBN. wah ndak pusing lagi bagaimana cara menerbitkan buku. Mengawali pertemuan kali sang moderator (Helwiyah) memamparkan beberapa untaian inspirasi dan motivasi bagi peserta malam ini seperti dibawah ini :

Bagi pemikir, buah fikirnya hanya akan bersemayam dalam fikiran jika tak diucapkan dan ditulis 

Bagi pembicara, pembicaraannya hanya akan menguap lewat suara bila tak dituliskan

Bagi penulis ,tulisannya akan tersimpan dalam catatan jika tak dipublikasikan.

Bagi penulis media, tulisnnya akan tertimpa materi tulisan lain jika tak dibukukan

Maka,.ucapkan dan tuliskan yang ada dalam fikiran.

Publikasikan dan bukukan apa yang sudah ditulis.,agar banyak orang yang dapat membacanya.

Abadi dalam bentuk  kumpulan buah fikiran yang tertulis dan tersusun rapi dalam sebuah buku.

Bagaimana caranya?

Sahabat pegiat literasi sekarang sudah berada di tempat yang tepat

Sesuai dengan pesan Nara sumber kita malam ini  "Mukminin, S.Pd, M.Pd ' 

Dalam materi " Mengenal Penerbit  Indie"

Guru yg hebat adalah Guru yg berkarya dg bukti menerbitkan buku. 

Sebelum kita mengenal bagaimana cara menerbitkan buku, yuukk kita berkenalan dulu sama narasumbernya. Beliau adalah Mukminin, S.Pd.,M.Pd. Lahir di Jombang, 6 Juli 1965. Dari pasangan Sukarno + Suwati (Alm.)  Lulusan SDN dan SMP Segodorejo  Sumobito 1979, Lulus SPN Jombang 1985,  Lulus D2  IKIP NEGERI Surabaya th.1987. Lulus S 1 IKIP PGRI Tuban 1998. Lulus S 2 UNISDA LAMONGAN 2012. Jurusan Bahasa dan Sarta Indonesia. 

Beliau Alumni BM PGRI di gel.8 bersama  Bu Noralia Purwa Yunita, Bu Musiin, Pak Yulius Roma Patandean, Pak Suharto ( Cing Ato) penulis hebat dan produktif, Bu Aam Nurhasanah, Mayor Nani Kusmayanti dari AL,  dan bayak lagi tidak bisa saya menyebutkan semuanya Krn lebih kurang  200 orang.

beliau ikut pelatihan 30 kali pertemuan bersama Narsum hebat PGRI maka lahirlah buku resume yg sekarang terjual laris manis "Jurus Jitu Menjadi Penulis Handal Bersama Pakar" dg kata Pengantar Dr. Ngainun Naim alhamdulillah 1 bulan yg lalu dilantik dan dikukuhkan mjd guru besar Prof. Ngainun Naim (Dosen UIN Syahid Ali Rahmatullah, Tulungagung). Luar biasa ya. semoga para pembaca bloger saya ikut terinspirasi.

Pada zaman melinial ini semua org bisa menulis dan menerbitkan buku. Baik sebagai pelajar, mahasiswa, pegawai, guru, dosen, maupun wiraswasta. Menulis dan menerbitkan buku itu mudah, tidak serumit yg kita bayangkan. Apalagi sbg seorang guru pasti bisa menulis baik fiksi maupun karya ilmiah. Guru memiliki byk kisah dan pengalaman inspiratif tersebut perlu kita tulis dan terbitkan buku  menjadi yg bermanfaat bg orang lain/ pembaca. 

Untuk bisa terlatih menulis memang butuh ketekunan dan perjuangan. Selain itu, perlu juga tekad dan motivasi tinggi agar tidak goyah saat menjalani proses menulis.

Berbicara motivasi, ada banyak kata-kata agar kamu terus semangat menulis. Melalui kata-kata mutiara tentang menulis bisa menjadi motivasi agar sukses dalam berkarya.

Kata-kata Mutiara smg motivasi diri:

1."Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak". - Ali bin Abi Thalib

2. "Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis". - Imam Al-Ghazali
Untuk mewujudkan itu  memang butuh ketekunan,  perjuangan dan juga tekad serta  motivasi tinggi agar tidak goyah saat menjalani proses menulis.

Agar Anda  terus semangat menulis. Melalui kata-kata mutiara tentang menulis bisa menjadi motivasi agar sukses dalam berkarya. 
Itulah untaian mutiara narasumber yg bisa memotivasi kita dalam menulis. sekarang kita simak pemaparan narasumber dalam memahami menulis dan menerbitkan buku.

MEMAHAMI MENULIS DAN MENERBITKAN BUKU
Tahapan Cara Menulis dan Menerbitkan Buku yang Tepat.
Seorang yang ingin  bisa menulis dan menerbitkan buku, maka perlu memahami tahapan menerbitkan buku. 
Ada 5 tahapan yg harus dilalui: 
1. Prawriting
    a.. Tahap awal penulis mencari ide apa yang akan ditulis dg peka terhadap sekitar ( Pay attention).
    b. Penulis hrs kreatif menangkap fenomena yg terjadi di sekitar untuk menjadi tulisan.
    c. Penulis banyak membaca buku.

2. Drafting
Penulis mulai menulis naskah buku sesuai  yang dengan apa yang disukai ( pasion). Boleh menulis artikel, cerpen, puisi, novel dan sebagainya dg penuk kreatif merangkai kata, menggunakan majas, dan berekpresi untuk menarik pembaca.

3. Revisi
Setelah naskah selesai maka kita lakukan revisi naskah. Merevisi tulisan mana yang baik dicantumkan, naskah mana yang perlu dibuang,   naskah mana yg perlu ditambahkan. 

4. Editting/ Swasunting
Setelah naskah kita revisi maka masuk tahapan editting. Penulis melakukan pengeditan. Hanya memperbaiki berbagai kesalahan tanda baca, kesalahan pada kalimat. Tahap ini boleh dikatakan sebagai "Swasunting" yaitu menyunting tulisan sendiri sebelum masuk penerbit, kan malu kalau banyak kesalahan. Maka penulis dituntut untuk memiliki kemampuan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EBBI. 

5. Publikasi  
Jika tulisan Anda yg berupa naskah buku sudah yakin maka Anda memasuki tahap Publikasi atau penerbitan  buku.

Setelah memahami cara menulis, Narasumber memaparkan penerbit untuk menerbitkan hasil karya tulis kita menjadi sebuah buku.
Narasumber menjelaskan mengenai penerbit Independen ( penerbit Indie). Di dalam grup ini ada 3 peberbit indie:
✓ Oase
✓ Gemala
✓ YPTD dan 
✓ Kamlia Press Lamongan.

Nah, sebelum menerbitkan buku marilah kita melek dulu tentang penerbit.

Ayo Melek Penerbit Buku 
 ( Penerbit Mayor dan Penerbit Indie ) 

Bapak ibu sekalian yg hebat, penerbit buku ada 2 macam. Pertama penerbit Mayor dan kedua penerbit Indhie. Apa perbedaanya? mari kita ikuti uraian berikut ini  : 

1.  Jumlah Cetakan. 
# Penerbit mayor  mencetak bukunya secara masal. Biasanya cetakan pertama sekitar 3000 eksemplar atau minimal 1000 eksemplar untuk dijual di toko-toko buku.

#Penerbit indie : hanya mencetak buku apabila ada yang memesan atau cetak berkala yang dikenal dengan POD ( Print on Demand) yang umumnya didistribusikan melalui media online Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, WA grup dll.

2.  Pemilihan Naskah yang Diterbitkan
# Penerbit mayor : 
Naskah harus melewati beberapa tahap prosedur sebelum menerbitkan sebuah naskah. Tentu saja, menyambung dari poin yang pertama, penerbit mayor mencetak bukunya secara masal 1000 - 3000 eksemplar. Mereka ekstra hati-hati dalam memilih naskah yang akan mereka terbitkan dan tidak akan berani mengambil resiko untuk menerbitkan setiap naskah yang mereka terima. Penerbit mayor memiliki syarat yang semakin ketat, harus mengikuti selera pasar, dan tingginya tingkat penolakan.

# Penerbit indie : 
Tidak menolak naskah. Selama naskah tersebut sebuah karya yang layak diterbitkan; tidak melanggar undang-undang hak cipta karya sendiri, tidak plagiat, serta tidak menyinggung unsur SARA dan pornografi, naskah tersebut pasti kami terbitkan. Kami adalah alternatif baru bagi para penulis untuk membukukan tulisannya.

3.  Profesionalitas
# Penerbit mayor : 
Penerbit mayor tentu saja profesional dengan banyaknya dukungan SDM di perusahaan besar mereka.

# Penerbit indie : kami pun profesional, tapi sering disalah artikan. Banyak sekali anggapan menerbitkan buku di penerbit indie asal-asalan, asal cetak-jadi-jual. Sebagai penulis, harus jeli memilih siapa yang akan jadi penerbit Bapak Ibu dan Saudara-saudara. Jangan tergoda dengan paket penerbitan murah, tapi kualitas masih belum jelas. Mutu dan manajemen pemasaran buku bisa menjadi ukuran penilaian awal sebuah penerbitan. Kadang murah Cover kurang bagus, kertas dalam coklat kasar bukan bookpaper ( kertas coklat halus). Kami jaga mutu Cover bagus cerah mengkilat isi buku kertas cokal halus awet ( bookpapar).

4.  Waktu Penerbitan
# Penerbit mayor : 
Pada umumnya sebuah naskah diterima atau tidaknya akan dikonfirmasi dalam tempo 1-3 bulan. Jika naskah diterima, ada giliran atau waktu terbit yang bisa cepat, tapi ada juga yang sampai bertahun-tahun. Karena penerbit mayor adalah sebuah penerbit besar, banyak sekali alur kerja yang harus mereka lalui. Bersyukur kalau buku bisa cepat didistribusikan di semua toko buku. Namun, jika dalam waktu yang ditentukan penjualan buku tidak sesuai target, maka buku akan dilepas oleh distributor dan ditarik kembali oleh penerbit.

# Penerbit indie :
 Tentu berbeda kami akan segera memproses naskah yang kami terima dengan cepat. Dalam hitungan minggu bukumu sudah bisa terbit. Karena memang, kami tidak fokus pada selera pasar yang banyak menuntut ini dan itu. Kami menerbitkan karya yang penulisnya yakin karya tersebut adalah karya terbaiknya dan layak diterbitkan sehingga kami tidak memiliki pertimbangan rumit dalam menerbitkan buku.

5.  Royalti
# Penerbit mayor : 
kebanyakan penerbit mayor mematok royalti penulis maksimal 10% dari total penjualan. Biasanya dikirim kepada penulis setelah mencapai angka tertentu atau setelah 3-6 bulan penjualan buku.

# Penerbit indie : 
umumnya 15-20%  dari harga buku. Dipasarkan dan dijual penulis lewat fb, Instagram, wa grup, Twitter, status, dll

6. Biaya penerbitan
# Penerbit mayor : 
Biaya penerbitan gratis. Itulah sebabnya mereka tidak bisa langsung menerbitkan buku begitu saja sekalipun buku tersebut dinilai bagus oleh mereka. Seperti yang sudah disebut di atas, penerbit mayor memiliki pertimbangan dan tuntutan yang banyak untuk menerbitkan sebuah buku karena jika buku tersebut tidak laku terjual, kerugian hanya ada di pihak penerbit. 

# Penerbit indie : 
Berbayar sesuai dg aturan masing-masing penerbit. Antara penerbit satu dengan yang  lain berbeda. Karena pelayanan dan mutu buku yg diterbitkan tidak sama.

Setelah kita tahu perbedaan kedua jenis penerbit itu, kayaknya saya penulis pemula memilih Pernerbit indie deh. tapi bagaimana dengan para bloger mania silahkan pilih penerbit yang disukai. 

Narasuber menjelaskan bahwa penerbit Independen ( penerbit Indie) yg banyak disuka. salah satunya adalah CV Kamlia Press Lamongan. Penerbitan KAMILA PRESS LAMONGAN melayani cetak buku, dengan jasa ISBN,  editing,  Lay out, dan  design cover buku  dengan harga terjangkau. 


Syarat-syarat penerbitan di KAMILA PRESS LAMONGAN:

1. Kirimkan naskah lengkap mulai judul, kata pengantar, daftar isi, naskahdaftar isi, daftar pustaka, biodata penulis dg fotonya dan Sinopsis 
2. Ketik  A5 ukurannya 14,8 x 21 cm, spasi 1,15 ukuran fon 11 dan margin kanan 2 cm, kiri 2 cm, atas 2 cm dan bawah 2 cm. Gunakan huruf 
Arial, calibri atau  Cambria dan masukkan dalam 1 file kirim ke WA sy atau email gusmukminin@gmail.com Atau email: kamilapresslamongan24@yahoo.com
Ini fasilitasnya: 
 Dibuatkan cover buku, layout, Edit, sertifikat Penulis buku, PO buku. Dapat buku ISBN sesuai pesanan. Cetak 10 dapat 10 buku yg 2 buku ke PERPUSNAS tanggung jawab Kamila Press.

Karya yg mau cetak  Nasakahnya dlm word 
Urut : judul, kata pengantar, daftar isi, naskah sesuai urutan isi, Daftar pustaka jika ada, sinopsis, dan foto dan biodata penulis




Harga Penerbitan buku di Kamila Press Lamongan ( harga sewaktu-waktu bisa berubah).
✓ Biaya Cetak buku  A5, kertas Bookpapar (coklat halus) atau HVS putih  
(termasuk biaya ISBN, Layuot, edit, cover buku, PO buku, sertifikat). cetak 10 buku mulai 1 SEPTEMBER 2022. 
 
CETAK BUKU A5: 
A. 60 halaman:  Cetak 10 buku/ eksp. =  645.000 + Ongkir

B. 70 hlm:  Cetak 10 buku = 665.000 + Ongkir
C. 85 hlm : Cetak 10 buku = 673.000 + Ongkir 
D. 90 hlm:  Cetak 10 Buku = 728.000 + Ongkir 
E. 100 hlm: Cetak 10.Buku = 738.000 + Ongkir
F. 125 hlm:  Cetak 10 = 764.000 + Ongkir 
G. 150 hlm= Cetak 10 buku = 815.000 + Ongkir 
H. 200 hlm:  Cetak 10 buku = 855.000 + Ongkir 
I. 250 hlm:  Cetak 10 buku = 915.000 + Ongkir 
J. 300 hlm:  Cetak 10 buku = 970.000 + Ongkir
H. 350 hlm. Cetak 10 buku = 1.120.000 + Ongkir 
I. 400 hlm. Cetak 10 buku = 1.170.000 + Ongkir
J. 450 hlm. Cetak 10 buku = 1.220.000 + Ongkir
K. 500 hlm. Cetak 10 = 1.270.000 + Ongkir 


#  SETELAH CETAK 10 BUKU DENGAN JUMLAH HALAMAN DAN HARGA TERSEBUT, MAKA Lebihnya dihitung harga cetak ulang ( CETAKAN BUKU KE-11 dst.): 
1.  Cetak buku 60 hlm Harga @ 22.000
2. Cetak buku 70-75  hlm harga  @23.000
3. Cetak buku 100 hlm. Harga @ 25. 000
4. Cetak buku 140 hlm harga @ 30.000
5. Cetak buku 150 hlm @ 31.000
6. Cetak buku   250 hlm. Harga @ 42.000
7. Cetak buku  300 hlm. Harga @  47.000
8. Cetak 320 hlm. Harga @ 48.000
9. Cetak 340 hlm. Harga @ 50.000
10.Cetak 360 hlm. Harga  @ 52.000
11. Cetak 380 hlm. Harga  @ 55.000
12. Cetak 400 hlm. Harga @  57.000
13. Cetak 420 hlm. Harga @  59.000
14. Cetak 440 hlm. Harga @  62.000
15. Cetak 480 hlm. Harga @  65.000
16. Cetak 500 hlm. Harga @ 67.000

PLUS ONGKIR! 

 Smg bermanfaat!

"Ayo bloger mania Terbitkan Buku untuk Anak Cucu Kita"

Berikut karya buku yang sudah diterbitkan




INFORMASI PENTING DARI ISBN untuk kita semua bloger mania.
SALAM INSAF, SEKALI LAGI TENTANG ISBN
---

Kamis, 14 April 2022, saya memenuhi undangan diskusi ISBN di Perpusnas RI (Jalan Salemba). Ada sedikit "oleh-oleh" informasi untuk lebih memahami tentang ISBN.

Jadi, jika beberapa waktu kemarin ISBN sempat tertunda, ternyata Perpusnas RI sebagai agensi ISBN internasional di Indonesia mendapatkan teguran dari Badan ISBN internasional. Teguran diikuti dengan instruksi penundaan sementara pemberian ISBN dari Badan ISBN internasional yang berpusat di London, Inggris.

Mengapa hal tersebut terjadi?

KETIDAKWAJARAN PRODUKSI BUKU INDONESIA

Produksi judul buku di Indonesia dianggap tidak wajar dalam beberapa tahun terakhir. Tahun 2020 saat pandemi mulai melanda, buku yang diberi ISBN mencapai 144.793 judul, sedangkan tahun 2021 mencapai 63.398 judul.

Perlu diketahui Indonesia mendapatkan nomor khas blok ISBN adalah 978-623 dengan jatah ISBN sebanyak 1 juta ISBN. Diperkirakan nomor itu akan habis dalam rentang waktu lebih dari 10 tahun. Beberapa negara menghabiskan angka 1 juta itu lebih dari 15 tahun, bahkan 20 tahun.

Alokasi 1 juta nomor itu diberikan kepada Indonesia terakhir tahun 2018, tetapi tahun 2022 pemberian ISBN sudah membengkak lebih dari 50% mencapai 623.000 judul. 

Bayangkan hanya tersisa 377.000 nomor lagi. Jika rata-rata Indonesia menerbitkan 67.340 judul buku per tahun (sebagaimana data Perpusnas RI, 2021), nomor itu akan tersisa sekira untuk enam tahun lagi.

Produksi judul buku yang sangat produktif ini memang seperti menyiratkan kemajuan literasi kita. Namun, sekali lagi jumlah besar itu tidak menyuratkan mutu buku. Jumlah besar itu juga berbanding terbalik dengan pendapatan penerbit yang pertumbuhannya terus menurun berdasarkan data Ikapi.

Sebagai fakta, di negara-negara maju saat pandemi Covid-19, penjualan buku (baik cetak maupun elektronik) meningkat gratis. Orang memborong buku untuk kegiatan di rumah. Namun, kondisi itu tidak terjadi di Indonesia. Penjualan buku terjun bebas nyaris ke titik nadir.

PUBLIKASI YANG RELEVAN DIBERI ISBN

Lonjakan pengajuan ISBN tersebut ditengarai juga akibat banyaknya publikasi yang tidak patut diberi ISBN, dimintakan ISBN-nya, termasuk oleh lembaga negara. Di sini kita perlu mendefinisikan kembali apa yang disebut buku.

Tidak semua publikasi dalam bentuk buku relevan atau layak diberi ISBN, apalagi publikasi yang bukan termasuk buku. Buku merupakan media massa dengan sifat publikasi tidak berkala (tidak secara periodik diterbitkan).

Buku yang relevan diberi ISBN adalah buku yang berada pada rantai pasok industri buku. Ciri ini dapat disederhanakan sebagai berikut.

1. Buku tersedia untuk publik secara luas dan dapat diakses, baik secara gratis maupun berbayar.

2. Buku diperjualbelikan dalam jumlah yang banyak. UNESCO pernah membuat batasan minimal 50 eksemplar.

Karena itu, ISBN relevan digunakan sebagai basis metadata untuk memperlancar rantai pasok penerbitan buku. Ia berguna di hilir industri buku untuk mengidentifikasi buku.

Publikasi dalam bentuk laporan tahunan, laporan kegiatan, dan publikasi lainnya yang bersifat selingkung (terbatas) serta tidak tersedia untuk diakses, apalagi tidak diperjualbelikan maka tidak relevan diberi ISBN.

Demikian pula buku-buku yang terbit sekadar menggugurkan kewajiban untuk penilaian angka kredit/kenaikan pangkat. Buku-buku itu sering kali dicetak hanya beberapa eksemplar. Tentu buku seperti ini tidak relevan diberi ISBN.

Mari insaf bersama untuk tidak meng-ISBN-kan semua publikasi dan tidak meng-ISBN-kan semua buku. Buku tidak ber-ISBN bukan berarti tidak sah sebagai buku.

DI INDONESIA SEMUA DI-ISBN-KAN 

Ada kecenderungan individu atau organisasi meng-ISBN-kan semua publikasi yang diterbitkan. Berikut ini contohnya.

Ringkasan kebijakan (policy brief) dibukukan dan di-ISBN-kan. Laporan KKN mahasiswa di-ISBN-kan. Laporan kegiatan di-ISBN-kan. Skripsi, tesis, disertasi tanpa konversi di-ISBN-kan. Orasi ilmiah di-ISBN-kan tanpa konversi. Prosiding di-ISBN-kan tanpa melihat apakah seminarnya berkala atau tidak.

Beberapa sekolah membuat kegiatan literasi untuk siswanya. Siswa didorong menulis cerita atau puisi lalu dikumpulkan dalam bentuk antologi. Buku antologi itu dicetak terbatas sejumlah siswa dan sisa beberapa eksemplar untuk dokumentasi sekolah. Buku semacam ini tidak relevan diberi ISBN. Toh, untuk apa ISBN itu bagi sekolah?

Demam ISBN ini tampaknya didorong oleh persepsi keliru bahwa buku yang ber-ISBN- lebih keren karena mendapat pengakuan internasional. Buku ber-ISBN lebih afdol sebagai buku yang profesional. Buku ber-ISBN menunjukkan pemenuhan standar mutu. Padahal, tidak ada hubungan sama sekali.

Memang ada kebijakan mutu pemberian ISBN seperti dilakukan oleh Council of Europe. Lembaga ini memberlakukan kebijakan tentang pemberian ISBN untuk publikasinya. Mereka menetapkan buku ber-ISBN harus memenuhi standar mutu dari Council of Europe. 

Demikian pula yang pernah diberlakukan oleh LIPI Press (sekarang Penerbit BRIN) ketika ada peneliti yang meminta ISBN. LIPI Press bukan pemberi ISBN. Jika buku hendak diterbitkan oleh LIPI Press atau menggunakan ISBN LIPI Press, buku harus memenuhi standar mutu LIPI Press. Colek Fadly Suhendra.

Demam ISBN ini terutama melanda perguruan tinggi dengan membuat aturan publikasi harus ber-ISBN meskipun publikasi itu bersifat internal atau terbatas. Sungguh terlalu, tidak relevan.

Publikasi berupa bahan ajar berbentuk buku yang hanya digunakan terbatas di lingkungan kampus tersebut, apalagi memang tidak diperjualbelikan secara bebas, tidak relevan menggunakan ISBN.

BEBERAPA SOLUSI

Diskusi ISBN ini menarik sebagai salah satu permasalahan publikasi di Indonesia yang kerap juga dikait-kaitkan dengan literasi. Kini, Perpusnas RI masih "menahan" sekira 5.000 pengajuan ISBN. Penundaan ini dilakukan karena beberapa hal yang mencuat dalam diskusi.

Eksistensi penerbit memang dipertanyakan. Apakah yang mengajukan ini benar-benar penerbit atau bukan? 

Salah satu jalan yang sedang disiapkan oleh Pusat Perbukuan adalah akreditasi penerbit.  Ini mungkin solusi ke depan bagi Perpusnas untuk menyeleksi penerbit pengaju ISBN hanya penerbit yang terakreditasi.

Salah satu sifat manusia Indonesia itu memang kreatif. Syarat sebuah penerbit, seperti menjadi anggota asosiasi dan melampirkan legalitas usaha, mudah untuk diakali. Namun, sebenarnya sang penerbit sama sekali tidak punya roh sebagai penerbit buku. Ini banyak terjadi.

Jika dikaitkan dengan mutu dan profesionalitas, muncul gagasan apakah perlu pengaju ISBN dari sisi penulis dan editor menyertakan sertifikat kompetensi? Ini masih sebatas wacana dan salah satu cara menyeleksi pengaju ISBN.

PENGINSAFAN MASSAL

Penginsafan massal memang diperlukan bukan hanya soal ISBN, melainkan juga soal lain sebagai fundamental penerbitan buku. Kalau kata Kang Arys Hilman, Ketum Ikapi, saya ini ibarat penjaga hulu penerbitan. 

Hulu penerbitan itu seperti ISBN ini dan persoalan mutu buku, termasuk yang tampak "remeh temeh" seperti anatomi buku. Pak BT memang sibut mengurusi perbedaan 'kata pengantar' dan 'prakata'. Hehehe itu sebagian hobi saya. Biarlah hulu ini ada yang memikirkannya.

Banyak hari-hari saya kini dihabiskan untuk menyusun regulasi dan pedoman di Pusat Perbukuan, pun di Badan Bahasa. Lalu, kini saya sedikit terlibat di Perpusnas.

Betul bahwa persoalan di hilir juga penting yakni bagaimana buku terjual dan penerbit dapat memperpanjang napasnya. Saya memaklumi "shifting" yang dilakukan penerbit pada saat disrupsi.

Pendapatan penerbit tradisonal utama adalah dari penjualan buku, termasuk penjualan dalam proyek pemerintah. Begitu terjadi disrupsi, penerbit mulai beralih pada penjualan konten (di luar buku). Lalu, terjadi lagi disrupsi, penerbit beralih pada model bisnis jasa penerbitan (penerbitan berbayar alias vanity publishing).

Hari-hari saya sekira satu dekade lalu banyak dihabiskan di hilir penerbitan. Saya merasakan aura dinamis penjualan dan pameran buku sejak tahun 1990-an. Berjibaku dengan arus kas penerbitan, berjibaku dengan gagasan penerbitan, dan berjibaku dengan aktivitas pemasaran buku telah membentuk pengalaman kukuh tentang penerbitan buku.

Sekali-sekali saya merasa bangga dapat melahirkan buku-buku yang layak dilabeli best seller nasional. Buku The True Power of Water, Setengah Isi Setengah Kosong, Api Sejarah merupakan beberapa buku yang lekat dalam ingatan saya. Namun, hari-hari itu kini saya tinggalkan.

Ilmu ini tidak dapat diperoleh di pendidikan formal. Ilmu ini lebih banyak berupa 'tacit knowledge' yang justru jarang dituliskan di buku-buku. Penelitian terhadap penerbitan buku sendiri sangat minim di Indonesia dari berbagai disiplin ilmu. 

Mengapa saya masih bertahan mengajar di Polimedia meskipun tertatih-tatih mengatur waktu? Bahkan, bersua dengan sebagian besar mahasiswa culun yang juga masih bingung mengapa mereka masuk Prodi Penerbitan. Jawabannya karena lewat mengajar paling tidak saya dapat menurunkan ilmu kanuragan penerbitan ke 1-2 orang mahasiswa. Mengajar membuat saya belajar lagi.

Saya insaf, dunia saya kini memang ada di hulu penerbitan buku di sisa usia yang insyaallah masih dapat berkontribusi. Jadi, mari insaf berjemaah.

Semoga resume ini bisa bermanfaat buat bloger mania yang belum tahu bagaimana cara menerbitkan buku. saya kira penjelasan diatas udah sangat gamblang dan jelas untuk memutuskan penerbit yang kita gunakan dalam menerbitkan buku kita. saya secara pribadi sekarang sudah tahu kemana saya harus menerbitkan hasil karya tulis saya. tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada moderator dan narasumber atas materi yang disampaikan malan ini dan mohon maaf apa bila ada salah kata dan apabila ada yang kurang jelas tentang penerbit bisa di hubungan lewat alam email/WA yang diberikan.

Salam Literasi
Salam Sehat
Penulis Lalu darwati

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESUME KE-8, BELAJAR MENULIS GELOMBANG KE-27

RESUME KE 12 KEGIATAN BELAJAR MENULIS PGRI GEL.27

RESUME KE 18 KEGIATAN BELAJAR MENULIS PGRI GEL 27